Jumat, 19 Oktober 2012

Based on True Story

    Aku melihatnya tertawa senang dengan seorang perempuan. Tangan kirinya terangkat keatas untuk mengacak-acak rambut si perempuan itu, sedangkan tangan kanannya mengenggam tangan si perempuan. Perempuan itu terlihat malu dan senang atas perilaku yang dilakukan oleh dia. Lalu mereka mulai berjalan, berjalan kearahku. Si perempuan yang sadar aku memperhatikan mereka, berhenti sejenak mengangguk dan tersenyum, sekedar untuk menyapa. Sedangkan dia hanya menatap ku sekilas dan kembali berjalan dengan si perempuan itu. Dengan tangan mereka masih bertaut satu sama lain. Aku menghela napas, enggak seharusnya aku melihat mereka, enggak seharusnya aku terpaku melihat mereka. Aku menggelengkan kepala dan kemudian tersenyum kecil sambil berjalan ke arah kelasku.

***

Aku mematut diriku didepan cermin. Gaun merah marun sedengkul berlengan pendek, hadiah kelulusan dari Mama, terlihat cocok dan anggun untukku. Rambutku kubiarkan terurai dan kusematkan hiasan jepit kecil dengan blink biru disisi samping. Ku ambil sekotak kardus dibawah kasur, kotak itu berisi sepatu dengan hills 2,5cm, hills anggun bewarna merah muda yang tak sengaja dia pilihkan untukku. Aku tersenyum mengingat hal tersebut dan memakai sepatu itu. Ku raih tas kecil bewarna merah dan bergegas turun kebawah.
“wah, anak ayah...cantik sekali.”puji Ayah ku ketika melihat peenampilanku. Aku tersenyum simpul.
“makasih, yah. Ayah Mama, aku berangkat dulu ya.”pamit ku sambil mencium tangan mereka. Diluar Pak Dadang-supir keluargaku-sudah menungguku. Aku menyapanya lantas naik kedalam mobil dan berangkat ke acara Prom Night yang diadakan oleh sekolahku dalam rangka acara kelulusan dari SMA.

***

Aku turun dari mobil, dan berpesan agar Pak Dadang menungguku hingga acara selesai, Pak Dadang mengangguk dan segera melesat ke arah parkiran. Aku mengedarkan pandanganku, ternyata tempat yang dipesan oleh sekolah terbilang cukup mewah untuk ukuran anak SMA. 
“Hei”tiba-tiba dari arah belakang ada seorang perempuan menyapaku. Sontak aku menengok kearahnya.
“Hei, kamu cantik sekali.”pujiku setelah melihat si perempuan itu dalam balutan gaun pendek tanpa lengan bewarna putih bercampur hitam. Si perempuan tersenyum malu dan mengatakan pujian balik kepadaku. Tiba-tiba dia muncul, dengan setelan jas hitam dipadu kemeja putih tanpa dasi. Dia terlihat lebih dewasa dan tinggi. Lalu aku menyadari, pakaian mereka terliht serasi. Lagi-lagi rasa iri datang kembali. Aku menghela napas tak kentara.
“Aku rasa aku harus duluan, pacarmu sudah datang. Sampai bertemu didalam.”pamitku kepada si perempuan yang disambut dengan senyuman ramah dan anggukkan. Aku melangkahkan kaki ku kedalam ballroom hotel berbintang tersebut. Aku berjalan untuk mencari posisi yang enak untuk melihat ke arah panggung. Aku tersenyum sedih, nggak kerasa tiga tahun sudah lewat dan aku akan berpisah dengan teman-temanku ini. Tidak mau terlarut dalam sedih aku melihat keadaan siapa tahu ada hal yang menarik, namun yang ada mata ku bertemu dengan matanya. Aku menatap nya beberapa detik, sampai kemudian suara pembukaan pembawa acara diatas panggung menyadarkanku. Si pembawa acara akan mengumumkan siswa atau siswi yang mendapat nilai tertinggi seangkatan.
“Diana Ananta kelas XII IA3, diharap naik keatas panggung...”Diana maju dan naik keatas panggung. Aku bertepuk tangan melihat itu kemudian melirik kearah dia. Dia sedang tersenyum kagum kearah Diana. Ya si perempuan itu adalah Diana. Diana kemudian turun, aku berjalan menghampirinya untuk memberi selamat. Diana yang menyadari aku menghampirinya berhenti, aku tersenyum lantas memeluknya sebagai ucapan selamat. Diana juga memeluk ku balik.
“makasih ya. Ayao gabung dengan ku.” Aku menggeleng dan menolaknya secara halus. Diana yang tahu sifat ku yang cenderung penyendiri ini tersenyum maklum dan pergi kearah dia yang sedang menunggu. Tapi tiba-tiba lampu padam. Terdengar nada panik yang berasal dari sebagian perempuan. Aku panik, tapi mencoba tenang dan tetap berdiri ditenpatku. Tak lama lampu kembali menyala dan aku terpaku melihat pemandangan dihadapanku. Dia tengah merengkuh Dianayang terlihat ketakutan. Tatapan matanya bersirat kekhawatiran dan ketulusan. Dibelainya rambut Diana dengan lembut. Kemudian tanpa diduga dia mecium kening Diana dengan lembut. Sontak aku menundukkan kepala. Dan berjalan kearah taman, aku terduduk dibangku taman sendiri, ada yang sakit didadaku tapi aku tidak mau mengakui itu. Aku tertawa miris saat mengingatnya melarangku akan perasaan ini, melarangku agar tidak muncul dihadapan mereka. Jelas sekali di tidak menginginkanku. Ku hela napas dan tersenyum.
“dia sudah menjadi milik orang lain, nggak seharusnya aku begini. Baiklah aku akan menyerah, aku akan move on darimu, Za.”

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar